SADAR GENDER DAN STUDI GENDER UNTUK MENDAPAT KEADILAN BAGI PEREMPUAN
Tidak dapat diingkari bahwa perempuan mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan. Walaupun sesungguhnya perbedaan perempuan dan laki -laki hanyalah perbedaan biologis bukan fungsi kehidupan social, tetapi kebudayaan dibangun oleh laki-laki, maka norma dan peraturan disusun berdasarkan kepentingan laki-laki. Perempuan menjadi bagian dari laki-laki bukan merupakan mitra sejajar, akibatnya banyak ketidakadilan yang dialami perempuan.
Bila diurut lebih jauh ke belakang, para pemikir Yunani kuno macam Plato misalnya, memiliki pandangan bahwa perempuan dapat berpartisipasi dalam sistem pemerintahan aristokrasi, namun Plato mengatakan bahwa warga yang mati dalam kondisi tidak baik akan dikutuk menjadi perempuan. Aristoteles murid Plato justru berpendapat bahwa Perempuan adalah warga kelas dua yang tidak memiliki hak demokrasi di Negara kota (polis Yunani). Sedangkan Revolusi Perancis (14 Juli 1789) yang berprinsip pada kesetaraan, persaudaraan, dan kebersamaan juga tidak berlaku bagi perempuan karena tidak memberikan hak politik bagi perempuan.
Apa sebenarnya yang membedakan laki-laki dan perempuan ? Apakah peran,tanggungjawab dan kesempatan untuk keduanya tidak bisa dikompromikan, sehingga perempuan perlu diskriminasi.? Dari pertanyaan-pertanyaan ini, lahirlah konsep gender.
Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley. Ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender. Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang menyangkut prokreasi (mensturasi, hamil, melahirkan, dan menyusui). Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang mengacu pada jenis kelamin, bersifat tetap, tidak bisa dirubah dan merupakan kodrat/pemberian (given) dari Tuhan. Gender adalah pandangan, asumsi, harapan, peran, tanggung jawab, dan kesempatan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam suatu masyarakat yang diproduk oleh konstruksi sosial dan budaya. Gender sebagai konstruksi sosial yang berkembang di dalam masyarakat diinternalisasi melalui proses sosialisasi secara turun-temurun. Dalam perkembangannya konstruksi gender ini menghasilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan. Relasi laki-laki dan perempuan yang dipayungi konstruksi sosial, nilai-nilai, dan adat istiadat secara faktual menghasilkan ketidakadilan yang terlihat pada fakta-fakta sebagai berikut:
- Ketidakadilan dalam kehidupan politik dan publik. Perempuan masih jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan publik, bahkan jumlah penduduk perempuan yang lebih dari separoh jumlah penduduk Indonesia, keterwakilan perempuan dalam politik dan publik di semua tingkatan masih rendah.
- Ketidakadilan dalam pekerjaan dan kehidupan yang layak. Masih banyak pekerja perempuan yang mengalami diskriminasi seperti dalam proses kondisi kerja, pemutusan hubungan kerja, kriteria seleksi dan promosi jabatan.
- Ketidakadilan pendidikan. Diskriminasi ditemukan dalam segresi gender dalam bidang keahlian dan pada pendidikan yang lebih tinggi partisipasi perempan makin rendah dibanding laki-laki.
- Ketidakadilan dalam kesehatan.Kondisi kesehatan perempuan termasuk hak kesehatan seksual dan reproduksi menghadapi berbagai masalah.
- Ketidakadilan dalam memperoleh manfaat ekonomi dan social.Kepemilikan keluarga seperti tanah, rumah, mobil dan barang berharga lainnya sering atas nama laki-laki sekalipun diperoleh secara bersama-sama.
- Ketidakadilan di depan hukum . Hukum masih ada yang bias gender dan mendiskriminasikan perempuan.Dalam kasus perdata seperti perceraian tidak ada jaminan perempuan dan anak untuk mendapatkan haknya.
Berkaitan dengan ketidakadilan yang masih banyak dialami perempuan, maka perempuan yang memiliki kesadaran gender diharapkan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan para akademisi perlu diberi ruang untuk studi tentang gender.