Reformasi Gender dalam Islam. Keberanian Filosofis seorang Musdah Mulia

Menulis tentang seseorang tidak perlu mengenal orangnya secara pribadi, tetapi karyanyalah yang menjadi lahan garapan. Pemikiran dan ide seseorang dapat menjelma dalam karyanya. Karya tersebut bila dibaca secara hermeneutis tidak hanya terbaca pemikiran penulisnya, tapi dapat diangkat ide-ide yang masih terselubung untuk diungkapkan lebih jelas.
Membaca karya-karya Prof.Dr. Musdah Mulia, jelas terlihat pemikiran dan gerak perjuangannya untuk keadilan gender. Dr. Musdah Mulia menggugat bias gender dalam penafsiran Alquran dan membawa masuk ide kesetaraan dan keadilan gender dalam tafsir Alquran. Menurut Musdah, tafsir Alquran merupakan produk pemikiran. Sebagai produk pemikiran, maka tafsir dapat diubah. Musdah telah cukup lama menyadari bahwa perempuan terkurung dalam penjara teologis, seperti tampak dalam tulisannya dibawah ini.
“Perempuan tidak diakui sebagai manusia utuh, tidak berhak mempresentasikan diri, dilarang menjadi pemimpin, dipojokkan sebagai makhluk domestik, harus menjadi istri yang taat suami dan harus rela bila suami berpoligami sampai dengan empat isteri. Atas nama agama perempuan diposisikan sebagai objek hukum, khususnya hukum yang berkaitan dengan hukum keluarga seperti hukum perkawinan dan pewarisan. ( MM ; Indahnya Islam menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender (Yogyakarta: Naufan, 2014), hal. 87) “.
Musdah memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan secara konsisten. Dia menyadari bahwa perempuan di negara ini mengalami diskriminasi dalam skala yang cukup besar dan massif. Musdah berpandangan bahwa ketidakadilan gender disebabkan oleh bias dalam penafsiran ayat-ayat gender dalam Alquran. Karena itu, dia menggugat bias gender dan mengusung ide kesetaran dan keadilan dalam tafsir Alquran.
Tafsir merupakan disiplin penting dalam ilmu keislaman yang sebagian besar umat Islam melihatnya sebagai hal sakral. Mengusung soal gender dalam kehidupan keberagamaan, tantangannya berat dan sensitivitasnya tinggi. Musdah telah mejadi pemikir gender yang tajam dan aktivis gender yang gigih di bidang keagamaan. Semua ini jelas memerlukan keberanian. Bukan hanya keberanian biasa tapi keberanian filosofis.
Tulisan ini mengajak pembaca untuk menjelajahi perkembangan pemikiran Musdah Mulia tentang persoalan gender dalam tafsir Alquran. Berangkat dari keyakinan bahwa manusia laki-laki dan perempuan adalah sama-sama khalifah fil ardh, Musdah terus vokal menyuarakan kesetaraan gender. Bila diposisikan dalam perkembangan pemikiran dan pergerakan tentang kesetaraan dan keadilan gender, keberanian Musdah membawa soal gender dalam kehidupan keberagamaan dapat dilihat sebagai sebuah kemajuan dalam pergerakan perempuan.
Pemikiran dan aktivitas Musdah Mulia tentang keadilan gender terlihat menemukan momentumnya. Dewasa ini pandangan radikalisme Islam di Indonesia sedang menguatnya. Muncul perda-perda syariah yang di dalamnya membatasi gerak perempuan. Kalau tidak ada yang mau dan mampu melawan perda-perda tersebut, maka perempuan kembali terpuruk dalam kegelapan.