
konsumtif

Dunia konsumsi mengepung di segala penjuru, sementara uang sulit dicari . Isteriku suka ngemoll, ngemil dan ngomel. Dia telanjur konsumtif “, keluh Si boy padaku suatu pagi.
“ Ajaklah isterimu bicara “ kataku merespon keluhannya.
“ Berbincang-bincang dengan isteri ?, sulit . Lebih dari 5 menit perbantahanpun datang. Pikirannya sering liar, melompat tanpa peduli logika dan kausalitas. Kata-katanya menggusik perasaan. Lalu kami sama-sama diam. Bila kucoba bicara lagi, sikapnya dingin saja. Dia sibuk dengan gawainya. Mukanya asam”, kata Si boy sambil menarik nafas panjang.
Keluhan Si Boy di atas sudah menjadi keluhan banyak keluarga muda di kekinian. Gaya hidup modern, serba praktis, dan mobile menjadi idaman . Terjadi perubahan pola konsumsi yang melahirkan perilaku boros. Orang boros, prioritas kebutuhannya tidak jelas. Bahkan batas antara kebutuhan (need) dan hasrat (want) kabur. Perilaku ini sudah perlu mendapat perhatian.
Gaya hidup ini jelas akan memberikan kepuasan dan kenikmatan baik secara fisik maupun psikologis. Sekalipun tahu uang susah dicari, perilaku konsumtif sulit dikendalikan. Nonton bioskop lah, jalan-jalan lah, makan di restoran yang mahal atau membeli produk yang dianggap bagus dan baru. Perilaku konsumtif menghilangkan kecermatan orang dalam membeli barang- barang apalagi barang yang akan dibeli dianggap model baru. Padahal model baru itu akan selalu ada sampai kapan pun.
Gaya hidup konsumtif memiliki dampak negatif terhadap keuangan seseorang. Perilaku konsumtif yang tidak terkendali akan menyakiti kondisi finansial. Orang dengan perilaku konsumtif , biasanya berpikir secara jangka pendek, “ bagaimana nanti” , bukan “nanti bagaimana”. Setelah uang habis, baru sadar bahwa konsumtif adalah perilaku sia-sia. Kan lebih baik berhemat sebulan daripada merana di akhir bulan.
Orang dengan gaya hidup konsumtif sering menghamburkan uang untuk membeli suatu produk dan tidak menghargai produk yang dibelinya. Dia sering malas merawat barang-barangnya. Biasanya tidak mau memperbaiki sesuatu barang jika rusak, tapi memilih untuk beli yang baru. Istilahnya lembiru, lempar beli yang baru. Kebiasan-kebiasaan seperti ini merupakan kabar buruk bagi kondisi finansial anda.
Hindari perilaku konsumtif. Jangan biarkan tawaran konsumsi mengendalikan otak kita. Era Internet harusnya melahirkan lapisan baru masyarakat, masyarakat digital yang memiliki kecerdasan finansial, tidak mudah diprovokasi untuk membeli produk karena iming-iming hadiah, karena gengsi dan lainnya. Perlu deep thinking. Maka itu perlu edukasi finansial.
Sayangnya, di sekolah tidak pernah ada diberikan pelajaran mengenai finansial .Maka itu, nilai-nilai kehidupan tentang finasial harus dipersiapkan di rumah. Anak harus diajari tentang uang, bukan angkanya, tapi valuenya. Kecerdasan finansial harus kita berikan pada anak, disamping kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Orang cerdas secara finansial, akan menjauhi gaya hidup konsumtif. Perilaku konsumtif berdampak negatif bagi kesejahteraan hidup.