Orang tua keren di era milenial
Menjadi dokter ada sekolahnya. Menjadi guru ada sekolahnya. Menjadi hakim ada sekolahnya. Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya. Tapi hampir semua orang menjadi orang tua. Percakapan ini, percakapan tentang orang keren tua. Percakapan ini akan diawali dengan curhat seorang remaja putri,bernama Diana.
“Mama sering marah padaku, kata Diana mengeluh. Sering aku dipanggilnya dengan sebutan yang menyakitkan. Dikatakan bodoh, gendut, pemalas dan tidak berguna. Mama tidak suka dengan gaya milenial ku
Bila aku memegang gedget, aku dicurigai. Di sangka mengakses informasi negatif yang merusak mental. Padahal, aku membaca ulang catatan catatan yang kubuat sepanjang hari. Aku membiasakan diri mencatat di gedget apapun yang ingin ku ingat. Pelajaran yang lewat di kepala sering terlupa, maka itu aku rajin membuka kembali catatan”.
“Mama stres menjagaiku. Selalu chatinganku dengan teman-teman melalui instagram dimata-matain. Aku tak boleh sering mengakses Instagram. Kata mama, Instagram bisa berpengaruh buruk terhadap remaja. Di instagram ada pamer traveling, baju-baju mahal dan pacar ganteng. Akibatnya, remaja tidak punya aspirasi untuk mandiri dan menghabiskan waktu dan energi untuk melihat akun-akun orang. Lalu marah-marah, karena hidupnya tidak seindah orang-orang di instagram”.
Diana masih meneruskan curhatnya
“Karena mama selalu prejudise, aku sering berbohong. Mungkin mama stres jagain aku. Tapi aku juga stres diawasin terus. Mamaku terlalu protektif, apa-apa dijagain, seolah-olah dimata-matain “.
Menjadi orangtua di zaman ini memang tidak mudah. Orang tua harus ekstra sabar saat menghadapi anak. Menahan emosi agar tidak lepas kendali dan tetap menjadi teladan yang baik bagi anak.
Memang, tiap orang tua memiliki cara sendiri dalam mendidik anaknya. Ada yang sikap keras dan tegas agar anak kuat dalam menghadapi masa depan. Ada yang bersikap lembut dan penuh kasih sayang, untuk memberikan ketenangan terhadap anak.
Dalam era digital ini, tak sedikit orangtua yang merasa cemas hingga stres ketika anaknya menginjak masa remaja. Remaja milenial sulit dikontrol karena dia tengah mencari jati diri. Mereka tumbuh dengan internet, sehingga informasi dari internet lebih banyak mempengaruhi perilakunya.
Dalam mengasuh remaja ibu dan ayah harus kompak.
Mari kita dengar keluhan seorang ayah tentang pengasuhan remajanya.
“Kami tidak kompak dalam proses pengasuhan anak. Aku bersikap lembut dan pengertian terhadap anak, tapi isteriku super ketat. Prasangka negatif bagian dari pola asuhnya. Kekerasan, walaupun itu hanya kekerasan emosional sering digunakannya untuk mendisiplinkan anak. Akibatnya, anak mudah ngambek, baper lalu marah-marah. Ibunya ikut pula marah-marah. Ibu marah, anak marah, lalu menangis…….. Aku hanya bisa mengelus dada” , keluh sang ayah.
Remaja belum punya sensor dan belum punya detektor. Maka itu harus dibimbing. Salah satu caranya, berkomunikasi. Kita harus memiliki ikatan komunikasi yang kuat dengan remaja, agar mereka bersifat terbuka.
Banyak orangtua yang sulit mendidik anak remajanya. Tidak tahu langkah yang harus dilakukan agar anak remajanya mau terbuka.
Orang tua keren di zaman milenial ini akan mengintensifkan percakapan dengan anaknya. Membicarakan hal-hal sehari-hari dari hati ke hati, sehingga terbangun hubungan yang akrab dan saling mempercayai.
Orang tua keren akan memberi contoh pada anaknya. Karena dia ingin anaknya berbicara tentang hari-hari mereka, diapun membicarakan tentang hari-harinya. Orang tua keren akan memberi waktu untuk mendengarkan cerita anaknya. Dia tidak menggurui anaknya. Karena percakapan akan cepat terhenti bila ada yang bersifat menggurui.
Biarkan anak berbicara apapun yang ingin disampaikannya. Orang tua cukup meresponnya dengan mendengarkan baik-baik dan sesekali ajukan pertanyaan netral.
Orang tua keren punya banyak cara membuat remajanya bahagia. Ngobrol santai dan ngobrol dengan kasih sayang. Bercanda sesuai situasi untuk meredakan krisis yang dialami anak. Dan sesekali mengajak bermain atau berkuliner ke tempat favorit anaknya. .