Munculnya Hermeneutika Feminisme bagi Alquran
Hermeneutika feminisme bagi Alquran atau hermeneutika bagi penafsiran Alquran adalah upaya untuk mengkaji teks atau ayat -ayat gender dalam Alquran dengan mengacu kepada ide kesetaraan dan keadilan gender.
Munculnya hermeneutika feminisme bagi Alquran pada dasarnya disebabkan oleh dominannya sistem patriarki dalam penafsiran Alquran. Keadilan gender dalam proses penafsiran Alquran kurang tersentuh karena basis paradigma pemikiran Islam tidak memperhatikan soal gender sebagai kategori dasar pemikiran dan sebagai aspek analisis dalam proses penafsiran. Penafsir Alquran pada umumnya laki-laki yang tentu perspepsi, visi dan penglaman laki-laki yang mewarnai tafsirnya. Disamping itu, metode penafsiran yang digunakan bercorak atomistik sehingga menghasilkan penafsiran yang sempit dan terbatas. Untuk menghasilkan produk tafsir yang berkeadilan gender perlu menafsirkan Alquran menurut pengalaman perempuan tanpa streotipe yang telah menjadi kerangka penafsiran laki-laki.
Munculnya hermeneutika feminisme juga dapat dikatakan sebagai pengaruh hermeneutika Alquran yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh intelektual Islam kontemporer, terutama, Fazlur Rahman. Rahman menawarkan bentuk hermeneutika bagi Alquran yang melahirkan tafsir baru yang keluar dari mainstream studi tafsir untuk menyelaraskan tafsir dengan konteks kekinian. Rahman membedakan konteks historis dari ayat-ayat Alquran dan membedakan ayat-ayat partikular dan universal. Hermeneutika Rahman banyak mempengaruhi pemikiran tokoh-tokoh feminis Islam.
Disisi lain, perkembangan historis dan politik melahirkan tokoh-tokoh intelektual feminis Islam. Mereka mulai memberi perhatian terhadap keilmuan Islam terutama mengenai tafsir Alquran. Para intelektual feminis Islam, seperti Riffat Hassan, Azizah al-Hibri, Amina Wadud, Asma Barlas, Sadiyya Shaikh dan Kecia Al melahirkan karya-karya mengenai tafsir Alquran berbasis feminis yang menandai masuknya ideologi gender sebagai kategori analisis dalam proses penafsiran dan pengalaman perempuan dijadikan salah salah satu variabel penting dalam penafsiran Alquran.
Hemeneutika Feminisme makin gencar dibicarakan, ketika Al-Syafi’i (pada tahun 2010 ) seorang pakar Alquran di Universitas Kairo mengakui adanya gerakan feminisme dalam penafsiran Alquran. Gerakan ini didorong oleh keinginan untuk mengevaluasi peran perempuan, memasukkan ide kesetaraan dan keadilan gender dalam penafsiran Alquran dan meluruskan kembali makna substansial Alquran. Hermeneutika Feminisme bagi penafsiran Alquran mulai dirasa perlu untuk menemukan kebenaran dan pencerahan baru.
Hermeneutika feminisme dapat dilihat dalam pemikiran Riffat Hassan melalui karyanya Made from Adam’s Rib: The Woman’s Creation Question (Jurnal, 1985), Azizah al Hibri melalui Hagar on My Mind, Amina Wadud melalui Qur’an and Women, Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective (1992), Asma Barlas melalui Believing Woman in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an (2002), Kecia Ali melalui Sexual Ethics &Islam : Feminist Reflections on Qur’an,Hadith and Jurisprudency (2006). Sadiyya Shaikh melalui Sufi Narratives of Intimacy: Ibn ‘Arabi, Gender, and Sexuality (2014).
Berdasarkan pemikiran dalam karya-karya di atas, tokoh-tokoh intelektual feminis Islam yang menggunakan hermeneutika feminisme bagi Alquran dapat dibagi dalam dalam dua generasi. Generasi pertama adalah, Riffat Hassan, Azizah al-Hibri dan Amina Wadud dan generasi kedua adalah, Asma Barlas, Sadiyya Shaikh and Kecia Ali. Generasi pertama dengan menggunakan Hermeneutika Feminisme telah memunculkan penafsiran Alquran berbasis feminis. Generasi pertama ini bekerja sebagai “Trailblazers”, karena dalam menghasikan karyanya mereka berada di bawah tekanan yang luar biasa. Generasi pertama mengalami dominasi kaum laki-laki, baik berbasis intelektual, gender maupun ras dan kompetensi intelektual mereka sering dipertanyakan. Hal ini menyebabkan karya mereka bernuansa keras dan melawan sistem patriarki dan banyak memuat pengalaman personal yang menunjukkan bahwa mereka tertindas. Hal ini terlihat dari pengakuan Riffat Hassan dalam karyanya Jihad fi sabillah, Azizah al Hibri dengan karyanya Hagar on My Mind dan Wadud dalam karyanya Inside the Gender Jihad.
Sementara itu, generasi kedua membangun karyanya tanpa tekanan dan penindasan seperti generasi pertama. Jadi tulisan mereka tidak menyertakan pengalaman personal. Dalam membangun karyanya terdapat beberapa perbedaan karakteristik dari kedua generasi ini. Generasi pertama, terfokus pada karyanya masing-masing, tidak ada saling mengutip dan mendiskusikan tema-tema yang mereka bahas dan tidak ada tidak ada saling mendukung pandangan yang dikemukakan. Perjuangan generasi pertama ini dipicu oleh peningkatan pergerakan perempuan dalam memperjuangkan hak-hak asasi perempuan secara internasional, seperti konferensi Perempuan sedunia di Beijing tahun 1995 yang melahirkan komitmen untuk membangun manusia melalui kesetaraan gender dan CEDAW (Convention on the elimination of all forms of discrimination against women) yang melahirkan komitmen penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Generasi kedua muncul tahun 1990. Mereka meneruskan usaha yang telah dirintis generasi pertama. Cara kerja generasi kedua ini lebih maju, terdapat kutip-mengutip pemikiran-pemikiran para pendahulunya dan mereka mendiskusikan karya-karya mereka dan karya-karya dari generasi pertama. Pemikiran generasi kedua menunjukkan perkembangan dimana mereka saling mendukung dan saling terkait antara satu sama lain.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Hermeneutika feminisme telah hadir memperkaya metode hermeneutika bagi penafsiran Alquran. Hermeneutika feminisme dapat digunakan sebagai instrumen metodologis bagi penafsiran Alquran dan merupakan pendekatan tafsir Alquran secara akademis dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, diharapkan, para intelektual perempuan Islam yang memiliki basis studi Islam dan menguasai bahasa Arab dan Alquran, termotivasi untuk melakukan kajian tafsir dengan pendekatan hermeneutika feminisme agar diperoleh produksi tafsir yang berkeadilan gender.