Jilbab, Polisi dan Korupsi

Jilbab,Polisi dan Korupsi adalah tiga konsep yang kalau masing-masing konsep itu dilakukan pembahasan akan menghasilkan penjelasan yang berlembar-lembar dan menulisnya bisa berhari-hari karena konsep-konsep tersebut luas, kompleks dan misterius. Kalau konsep jilbab dikaitkan dengan polisi dan dirujuk dalam berita yang hangat saat ini maka ditemukan berita yang menarik seperti :

“Polisi Wanita (Polwan) akan diizinkan Kepala Polisi RI (Kapolri) untuk menggunakan jilbab saat bertugas. Sehubungan dengan itu, Kapolri akan mengeluarkan izin resmi para polwan berjilbab saat bertugas”.

Kalau konsep jilbab dikaitkan dengan korupsi, maka terbaca berita yang tidak kalah pula menariknya.

“Dewasa ini ada perempuan- perempuan berjilbab melakukan korupsi yang pada tahun 80-an tidak ada perempuan berjilbab yang korupsi “.

Tulisan ini tidak membahas kenapa perempuan berjilbab tapi juga melakukan tindak pidana korupsi. Tulisan ini hanya ingin mengomentari jilbab yang dikaitkan dengan polisi.

Jilbab adalah penutup rambut perempuan dan mewakili simbol Islam. Jilbab, selembar kecil kain penutup rambut itu memiliki kaitan yang sangat erat dengan pemaknaan tubuh sosial sebuah masyarakat. Dalam masyarakat muslim jilbab sebagai citra tubuh sosial memiliki suara yang tidak tunggal tapi multivokal, karena ada yang menolaknya dan ada yang mendukung.

Jilbab dipandang sebagai alat pemisah  “yang suci” dari  “yang banal” dan pemisah yang sakral dari profan. Jilbab dipandang tidak melulu entitas penutup kepala saja, tetapi memiliki berbagai makna bagi pemakainya. Jilbab bisa bermakna politik, merupakan trik politik mendulang suara perempuan oleh para calon legislative, sehingga jilbab bisa dimasukkan ke dalam kapital politik. Secara etik, menunjukkan bahwa perempuan berjilbab bila menjadi pemimpin akan tampak berwibawa dan jilbab melindungi perempuan dari segala bentuk pelecehan, kejahatan dan kekerasan.

Jilbab merupakan bagian dari pertempuran tafsir yang sejak dulu hidup dan terus berkembang tiada henti. Dalam tafsir konvensional, jangankan rambut perempuan, suara saja termasuk aurat, maka itu harus disembunyikan.Dalam realitas kehidupan beragama, penafsiran masa lalu dipandang sebagai dogma dan memiliki kebenaran absolut, termasuk dalam hal jilbab. Dalam pandangan kontemporer, keharusan berjilbab dipandang sebagai konstruksi sosial.

Fungsi kepolisian adalah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat . Sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat yang dilihat masyarakat dari polisi adalah pelayanannya. Negara RI yang plural dan terus berjuang memperkokoh integrasi bangsa, apakah kehadiran simbol agama tertentu ke dalam institusi polisi atau kalau ada simbol tertentu yang diusung polisi, tidakkah akan menjadi problem ?.