JANGAN PILIH PEMIMPIN HEDONIS
Tokoh rekonsiliasi Nasional Afrika Selatan, Nelson Mandela telah membawa bangsanya, dari negara rasialis menjadi negara demokratis. Filosofi kepemimpinan Mandela adalah kepemimpinan dimulai dari hati untuk melayani rakyat, bukan ingin dilayani. Nelson Mandela seorang pemimpin yang melayani rakyatnya. Egoisme kepemimpinan jauh dari dirinya. Kekuasaan baginya bukan untuk menindas tapi untuk melindungi.
Kepemimpinan Lee Kuan Yew dari Singapura yang cenderung otoriter, elitis, dan dianggap tidak demokratis, tapi Lee telah membawa Singapura menjadi salah satu negara maju di dunia. Menurut keyakinannya, Singapura akan tetap maju meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang memadai, karena kunci dibalik kemajuan Singapura adalah kemauan dan tekat warganya dibawah pemimpin yang cerdas.
Bagaimana kepemimpinan di Indonesia?.
Reformasi sesungguhnya tidak mampu menelorkan pemimpin-pemimpin yang baik bagi bangsa ini. Perkembangan demokrasi di Indonesia memang telah menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung dan anggota DPR-RI periode demi periode telah terpilih melalui proses demokrasi yang lebih matang,tapi korupsi makin merajalela.
Korupsi di Indonesia merupakan masalah yang sudah ada sejak lama dan tapi menjadi permasalahan yang serius sekrang ini. Korupsi merujuk pada tindakan melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan dalam bentuk suap, pemerasan, penggelapan dana, gratifikasi dan tindakan lainnya yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara tidak sah.
Korupsi telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara Indonesia, baik dalam hal keuangan maupun dalam hal pelayanan publik. Banyak proyek pembangunan yang terhambat dan tidak optimal karena adanya korupsi, sehingga infrastruktur dan pelayanan publik tidak dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, seperti membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengeluarkan undang-undang yang lebih tegas dalam menangani tindak pidana korupsi. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti kelemahan dalam sistem hukum, kurangnya kesadaran masyarakat, dan kurangnya transparansi dalam pemerintahan.
Dalam hal ini, peran dan tanggung jawab masyarakat untuk melawan korupsi sangatlah penting. Masyarakat dapat melakukan tindakan preventif dengan meningkatkan kesadaran akan bahaya korupsi, serta mendukung lembaga pemberantasan korupsi dan memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Apalagi di zaman sosial media ini, bila peduli dapat berjuang menghentikan korupsi melalui sosial media.
Menyimak berbagai realitas kehidupan bernegara, wajar rakyat menggerutu dan mengurut dada. Ditengah pelaksanaan demokrasi di era reformasi banyak para pemimpin hanyut dalam pragmatisme politik. Kebebasan berekpresi dan mengejar kekuasaan telah mengacaukan nilai-nilai falsafah negara Pancasila. Individualisme telah mengalahkan kolektivisme. Para pemimpin banyak yang menjadi koruptor. Hiruk pikuk perpolitikan Indonesia moderen yang elitis, telah mengkhianati nilai-nilai luhur bangsa .
Sementara itu, terlihat bahwa mereka yang menjadi pemimpin tidak memberikan teladan. Mereka hanya pintar beretorika dan sibuk membangun citra. Yang menyakitkan hati lagi, banyak pemimpin yang bertingkah aneh – aneh menyulitkan lingkungannya. Keinginan untuk melayani rakyat sedikit sekali. Banyak pemimpin kita sekarang ini, matanya tidak bisa melihat, telinganya tidak bisa mendengar dan hatinya tidak bisa merasa. Pemimpin kita banyak yang arogan dan egois yang kadang-kadang jangankan disapa, disalami saja tidak mau. Ketamakan pada kekuasaan telah mendikte sikap dan perilakunya. Para pemimpin saling mencederai dalam bersaing merebut kekuasaan dan kepentingan tanpa menggunakan politik yang beretika. Negeri ini sedang dilanda krisis kepemimpinan.
Menurut Jhon Maxwel, seorang pakar kepemimpinan Global mengatakan bahwa tiap warganegara punya potensi menjadi pemimpin dan potensi itu harus dikembangkan. Oleh karena itu, perlu peranan Lembaga dan parpol untuk mendidik kadernya menjadi pemimpin yang baik dan efektif. Kepemimpinan yang efektif menuntut seseorang untuk tidak menggunakan kekuasaan demi kehormatan dan keagungan pribadi. Pemimpin efektif mengutamakan kekuatan pribadi, bukan menggunakan kekuasaan sebagai posisi.
Moral kepemimpinan merujuk pada prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar bagi perilaku seorang pemimpin dalam memimpin dan mengambil keputusan. Beberapa prinsip moral kepemimpinan yang penting antara lain:
- Integritas: Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi, yaitu konsistensi antara nilai-nilai dan tindakan yang diambil. Seorang pemimpin harus memegang teguh prinsip-prinsip moral yang benar dan tidak mengambil tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.
- Tanggung jawab: Seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang diambil, serta mampu menerima konsekuensi dari tindakan dan keputusan tersebut.
- Keadilan: Seorang pemimpin harus berperilaku adil dalam memimpin dan mengambil keputusan, tidak diskriminatif terhadap kelompok atau individu tertentu.
- Empati: Seorang pemimpin harus memiliki empati dan mampu memahami sudut pandang masyarakat dalam menghadapi masalah dan tantangan.
- Konsultatif: Seorang pemimpin harus mampu bekerja secara konsultatif tidak mengambil keputusan yang berdampak signifikan tanpa melibatkan pihak-pihak yang terkait.
- Transparansi: Seorang pemimpin harus bersikap transparan dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam hal informasi dan pengambilan keputusan. Hal ini penting agar keputusan yang diambil dapat dipahami dan diterima oleh semua pihak terkait.
Moral kepemimpinan yang baik dapat membantu seorang pemimpin dalam membangun hubungan kerja yang baik, memperkuat citra lembaga dengan integritas dan kepercayaan yang tinggi.
Tak dapat dipungkiri, sekarang banyak pemimpin yang hedonis. Pemimpin hedonis adalah sebutan untuk seorang pemimpin yang cenderung mengutamakan kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan diri pribadi di atas kepentingan masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin hedonis biasanya lebih fokus pada kepentingan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan, dan popularitas, daripada memikirkan kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemimpin hedonis antara lain:
- Mengutamakan kepentingan pribadi: Pemimpin hedonis lebih cenderung memikirkan keuntungan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan, dan popularitas, daripada memikirkan kepentingan masyarakat yang dipimpinnya.
- Menghindari tanggung jawab: Pemimpin hedonis seringkali menghindari tanggung jawab dan lebih suka memindahkan beban tanggung jawab kepada orang lain.
- Tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat: Pemimpin hedonis tidak terlalu peduli dengan kesejahteraan dan kepentingan rakyat dan cenderung memperlakukan rakyat sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi.
- Tidak jujur: Pemimpin hedonis seringkali tidak jujur dan tidak transparan dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam hal keuangan dan pengambilan keputusan.
- Tidak memiliki visi dan misi yang jelas: Pemimpin hedonis cenderung tidak memiliki visi dan misi yang jelas untuk masyarakat yang dipimpinnya, dan lebih fokus pada pencapaian kepentingan pribadi.
Pemimpin hedonis dapat merugikan masyarakat yang dipimpinnya, karena mereka cenderung tidak memikirkan kepentingan bersama dan hanya mengutamakan kepentingan pribadi. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang memiliki moralitas yang baik dan memiliki tujuan yang jelas untuk mencapai kepentingan bersama.