Hermeneutika Feminisme mengungkap relasi gender yang tidak adil

Perkembangan luar bisa terhadap  Feminisme tidak dapat lagi dipungkiri.  Semula hanya sebuah pergerakan sosial berbasis perempuan sekarang  bergerak ke dunia ilmu. Dalam pemikiran kritis kontemporer, Feminisme diposisikan ke dalam Teori Kritis, karena Feminisme kritis terhadap  ilmu pengetahuan moderen yang mengabaikan suara perempuan dan Feminisme mengkounter budaya patriarkhi yang mensubordinasi dan memarginalisasi kaum perempuan. Disamping Feminisme, yang diposisikan pula sebagai Teori Kritis adalah Mazhab Frankfurt, Cultural studies, Poskolonial dan multikulturalisme.

Ada tiga ciri feminisme : menyadari akan adanya ketidak adilan gender, memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrati dan memperjuangkan adanya persamaan hak.Kesetaraan dan keadilan gender merupakan isu utama feminisme. Dalam wacana feminisme, perempuan digambarkan sebagai manusia yang mengalami diskriminasi dan ketidakadilan, sehingga muncul perjuangan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. 

Feminisme sebagai sebuah teori atau studi  telah secara global, masuk ke dalam berbagai lini kehidupan, termasuk bidang teologi. Dalam dunia Islam sejak pada abad 19 telah muncul gagasan emansipasi yang dicanangkan dan dipelopori oleh tokoh-tokoh intelektual  Islam Mesir, seperti  Rifa’ah Tahtawi, Qasim Amin dan Muhammad Abduh.  Mereka menyerukan perlunya pemberdayaan kaum perempuan dan memberi kesempatan pada perempuan  untuk mengungkap partisipasi sebagai bagian dari perjuangan memajukan umat Islam.

Perkembangan mutakhir dari teori feminisme adalah rekontruksi metodologis terhadap pembacaan teks, termasuk teks  Alquran. Rekonstruksi metodologis terhadap penafsiran Alquran diperlukan untuk menghilangkan penafsiran teks Alquran yang bersifat androsentris dan misoginis terhadap perempuan.  Konstruksi baru penafsiran Alquran adalah hermeneutika feminisme. Melalui hermeneutika feminisme  terungkap  diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam hukum keluarga (talak, poligami, waris dan saksi) . Ada relasi  gender yang tidak adil dalam hukum tersebut.  Ketentuan dalam hukum keluarga ini menunjukkan ketidakadilan terhadap perempuan dan membenturkan hukum keluarga dengan hak-hak asasi perempuan.