Hermeneutika Feminisme cara baru bergaul dengan Bahasa
Dr. Mardety Mardinsyah Msi
Hermeneutika pada dasarnya berhubungan dengan bahasa. Kita berpikir , berbicara, menulis , mengerti dan membuat interpretasi selalu dengan bahasa. Hermeneutika adalah cara baru untuk ‘bergaul’ dengan bahasa. Gadamer mengatakan bahwa bahasa harus dipahami secara teleologis (sesuai tujuannya). Menurut Wilhelm Dilthey, kata-kata ataupun ungkapan mempunyai tujuan (telos) tersendiri. Pengungkapan makna bahasa merupakan pusat sentral kegiatan hermeneutika. Hermeneutika berhubungan dengan watak interpretasi, karena makna lebih menyimpan nilai bagi kehidupan pembaca/penafsir, bukan bagi kehidupan penggagas (Gadamer).
Pembakuan pemaknaan hadis-hadis Rasullullah merupakan manifesto pemahaman agama yang mengusung ketunggalan, baik dalam bentuk penafsiran tunggal, pemahaman tunggal, kebenaran tunggal, Islam tunggal, dan ketunggalan-ketunggalan lainnya. Akibatnya, hadis-hadis Rasul hadir di zaman now ini dalam bentuk yang beku dan miskin aplikasi,terutama penafsiran hadis tentang perempuan. Untuk memecah kebekuan dan kemiskinan dalam aplikasi hadis tentang perempuan, perlu pendekatan hermeneutik feminisme dalam penafsiran hadis.
Penafsiran agama tentang perempuan sudah banyak yang beku dan tidak aplikatif. Perempuan dipuji dan perempuan dimaki. Ketika perempuan menjadi ibu, masyarakat muslim memujinya, “surga dibawah telapak kaki ibu”. Tetapi, ketika menjadi seorang istri, perempuan harus taat suami. Perempuan harus tunduk sepenuhnya pada suami, tidak boleh keluar rumah bila suami tidak mengizinkan, meskipun untuk menengok orang tuanya yang tengah sakit bahkan meninggal sekalipun. Istri juga tidak boleh menolak manakala suami menginginkan tubuhnya, kapan dan di mana saja.
Perbincangan tentang tubuh perempuan merujuk pada fitnah dan sumber fitnah. Kata fitnah bernada negatif. Perempuan dipandang melakukan rayuan seksual, sumber kerusakan, kekacauan social yang membahayakan. Perempuan hanya dilihat dari aspek tubuh, seks, dan biologis. Perempuan dipandang sebagai benda, barang (mata’un), dan kesenangan (mut’ah).
Maka itu, untuk memecah kebekuan dan kemiskinan dalam aplikasi ajaran agama tentang perempuan, perlu pendekatan hermeneutik feminisme dalam penafsiran hadis.
Hermeneutika feminisme merupakan pendekatan meaning behind the text . Hermeneutika feminisme menolak hermeneutika teoritis yang berusaha menemukan makna objektif. Melalui metode hemeneutika feminisme, kebenaran dapat dicapai, karena ada dialektika antara horison penafsir dan horison teks yang disebut lingkaran hermeneutik (hermeneutics circle).
Hermeneutika sebagai metode penafsiran teks lebih banyak berurusan dengan pelbagai aturan dan teori penafsiran yang dikenal dengan hermenutika modern. Hermeneutika feminisme adalah hermeneutika modern dan merupakan cara baru bergaul dengan Bahasa.