Amina Wadud

FEMINISME DAN HERMENEUTIKA AMINA WADUD

Amina Wadud
Amina Wadud

Menulis tentang seseorang tidak perlu mengenal orangnya secara pribadi, tetapi karyanyalah yang menjadi lahan garapan. Pemikiran dan ide seseorang dapat menjelma dalam karyanya. Karya tersebut bila dibaca dengan ketangkasan  hermeneutis, tidak hanya terbaca pikiran penulisnya, tapi dapat diangkat ide-ide yang masih terselubung yang dapat diungkapkan lebih jelas. Dalam hermeneutika moderen, hermeneutika digunakan sebagai instrumen untuk mencari kebenaran dan pencerahan dan berperan sebagai salah satu disiplin yang kritis terhadap metodologi memahami teks dan realitas.

Tulisan ini mempercakapkan seorang intelektual  feminis Islam yang mempunyai  perhatian  terhadap feminisme dan hermeneutika dalam Islam, terutama persoalan gender dalam tafsir Alquran. Namanya Amina Wadud Ph.D,. Lahir di Bethesda Maryland Amerika Serikat yang terletak di bagian barat laut Washington DC. Amina Wadud berasal dari keluarga Katolik dengan nama kecil Mary Teasley dan merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Kemudian dia masuk Islam dan mempelajari Alquran, terutama tentang metodologi tafsir Alquran.

 Dalam mengembangkan pemikiran mengenai metodologi tafsir Alquran, Amina Wadud menemukan bahwa ketidakadilan berbasis gender dalam Islam disebabkan oleh penafsiran yang bias terhadap ayat-ayat gender. Tafsir bias gender telah dimodifikasi menjadi fiqih (hukum Islam), sehingga lahir fiqih yang diskriminatif dan tidak adil terhadap perempuan. Dalam fiqih yang tidak adil dan diskriminiatif ini perempuan terbelenggu dalam dilema : bila taat fiqih  berarti pembiaran terhadap dehumanisasi perempuan. Tapi bila meninggalkan fiqih akan dikafirkan. Diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan merupakan harga kemanusiaan yang tertimbun dalam formasi teoritis penafsiran Alquran.

Amina Wadud ingin membebaskan perempuan dari belenggu fiqih yang tidak adil ini. Dia mencari jalam pembebasan. Perspektif baru yang kritis terhadap pemahaman ayat-ayat Alquran, itulah jalan yang ditempuhnya. Ketidakadilan gender dalam Islam dibongkarnya, tidak lagi dibiarkan berlindung dibalik pesan pesan  agama dan terus menggejala dalam kehidupan sosial. Jalan pembebasan ini dirintis Amina Wadud dengan menerbitkan karyanya, Qur’an and Women, Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective.

Pemikiran feminisme Amina Wadud diperlihatkannya dalam karyanya yang mengusung ide kesetaraan dan keadilan gender ke dalam  tafsir Alquran. Dia tidak berhenti dalam wacana, tetapi diimplementasikannya dalam praktek. Amina Wadud pernah menjadi imam shalat dengan makmum laki-laki dan perempuan, yang selama ini dipandang haram. Tindakan Wadud menjadi imam shalat dengan makmum laki-laki dan perempuan dapat dilihat sebagai kekuatan simbolik bahwa perempuan setara dan sederajat dengan laki-laki. Selama ini kepemimpinan perempuan diranah politik bersandar pada haramnya kepemimpinan perempuan di ranah ibadah (menjadi imam shalat). Sandaran inilah yang didobrak oleh Amina Wadud.

Dalam mengembangkan pikirannya tentang feminisme, Amina Wadud mengungkapkan eksistensi perempuan dalam Alquran. Dia memperjuangkan kesamaan hak dan kesetaraan gender dalam masyarakat Islam melalui  kritiknya tentang diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam hukum keluarga (talak, poligami, waris dan saksi) Wadud menyingkap relasi gender yang tidak adil dalam hukum tersebut. Menurut  Wadud, ketentuan dalam hukum keluarga ini menunjukkan ketidakadilan terhadap perempuan dan membenturkan hukum keluarga dengan hak-hak asasi perempuan. Ketentuan dalam hukum keluarga menunjukkan derajat laki-laki lebih tinggi dari perempuan dan relasi gender merupakan relasi kuasa, dimana laki-laki memiliki kekuasaan dan perempuan pihak yang selalu dikuasai. Sehubungan dengan itu, Wadud menggagas untuk  mereformasi  hukum keluarga tersebut agar terwujud kesamaan hak dan kesetaraan gender dalam masyarakat Islam.

Amina Wadud berpandangan bahwa bias gender dalam penafsiran  Alquran disebabkan oleh problem metodologis. Tafsir klasik menginterpretasikan seluruh isi Alquran dengan tujuan tertentu dengan menggunakan metode tekstual tanpa peduli kontekstual. Wadud menggagas perspektif  baru penafsiran  Alquran yaitu hermeneutika berbasis feminis . Amina Wadud termasuk  generasi pertama yang   melakukan penafsiran ulang terhadap  ayat-ayat gender dalam Alquran. dengan menggunakan   hermeneutika feminisme berbasis feminis.

Hermeneutika  Wadud pada dasarnya adalah kritik terhadap bias gender dalam penafsiran Alquran. Wadud memandang tafsir Alquran tentang perempuan bersifat androcentris (didominasi oleh kepentingan laki-laki). Tafsir androsentris menghasilkan androteks yang mengontruksi makna-makna gender yang merugikan perempuan. Androteks memuat pandangan bahwa ada perbedaan substansial antara laki-laki dan perempuan dan ada nilai-nilai inheren yang menempatkan laki-laki sebagai manusia sempurna dan perempuan tidak sempurna. Tanpa terikat pada penafsiran yang androsentris, Wadud mengkaji  ayat-ayat Alquran dan menemukan bahwa banyak sekali ayat Alquran yang menunjukkan kesederajatan laki-laki dan perempuan.  Alquran menunjukkan bahwa perempuan adalah manusia sempurna, baik secara primordial, kosmologi, spritual dan moral. Perempuan sama dengan manusia laki-laki yang menerima  Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai nabi dan Islam sebagai  din.

Signifikansi gender dalam metodologi tafsir Alquran merupakan hal penting dalam hermeneutika  Amina Wadud.  Wadud berasumsi bahwa persoalan gender dalam proses penafsiran Alquran kurang tersentuh karena basis paradigma pemikiran Islam tidak memperhatikan soal gender sebagai kategori dasar pemikiran dan sebagai aspek analisis dalam proses penafsiran. Maka itu,   Wadud menggagas metodologi baru penafsiran Alquran, yaitu menggunakan metode interpretasi Alquran berbasis feminis. Menurut Wadud untuk menghasilkan produk tafsir yang berkeadilan gender perlu menafsirkan Alquran menurut pengalaman perempuan tanpa streotipe yang telah menjadi kerangka penafsiran laki-laki. Disamping itu, penafsiran klasik yang bercorak tekstual tanpa peduli konstektual menghasilkan penafsiran yang sempit dan terbatas. Dia ingin keluar dari keterbatasan itu. Wadud menawarkan penafsiran Alquran yang bercorak holistik yaitu mempertimbangkan semua metode tafsir tentang berbagai persoalan kehidupan sosial, politik, budaya, moral, agama dan perempuan serta memecahkan masalah secara komprehensif

Pemikiran dan ide Amina Wadud seperti diuraikan di atas, bila dibaca dengan ketangkasan  hermeneutis, tidak hanya terbaca pikiran penulisnya, tapi dapat diangkat ide-ide yang masih terselubung. Atas dasar itu, lahirlah buku Hermeneutika Feminisme dalam Islam sebagai metode alternatif dalam penafsiran Alquran.