Kapitalisme dan Narsisme

Lester Thurow tahun 1966 dalam bukunya the future of capitalism telah memprediksi bahwa pada saatnya nanti kapitalisme akan berjalan kencang tanpa perlawanan karena pesaingnya sosialisme /komunisme akan lenyap ditelan masa. Ternyata prediksi Thurow benar, kapitalisme yang berakar dari ideologi liberalisme, sekarang telah menjadi cara kerja dan jiwa dunia. Kapitalisme global dewasa ini telah mengendalikan ekonomi dunia. Individualisme telah mengalahkan kolektivisme.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Ditengah pelaksanaan demokrasi Liberal di Indonesia dewasa ini, para elite politik hanyut dalam pragmatisme politik.Muncul ideologi tidak pernah merasa cukup. Penguasa senantiasa merasa hidupnya belum cukup. Inilah yang mendorong tindakan korupsi. Kekuasaan digunakan untuk mendapat peluang korupsi. Kondisi Indonesia, yang di atas, kapitalis dan narsis sedangkan yang di bawah, berkecamuk radikalisme.
Tidak ada lagi yang menoleh ke khazanah budaya politik masyarakat Nusantara. Kearifan lokal Indonesia banyak yang telah luntur. Padahal pada zaman keemasan Kerajaan Nusantara, kearifan lokal tampak dalam monumen-monumen yang indah yang mencerminkan konsep masyarakat tentang apa yang ingin dipersepsikan pada dunia.
Jati diri bangsa telah tergerus karena, kearifan lokal Indonesia telah diabaikan. Itulah sebabnya di bidang ekonomi pertikaian paham ekonomi neoliberal (neolib) versus kerakyatan terus bergema. Para teknokrat dan ekonom Indonesia banyak yang cerdas tetapi tidak mampu mentransformasikan ekonomi modern ke dalam kearifan lokal Indonesia. Karenanya, tidak ada yang khas yang menjiwai pembangunan bangsa dan negara. Yang terjadi pembangunan kapital, fisik, dan mentalitas kebendaan yang telah menjadi citra kesuksesan.
Dewasa ini ada penjungkirbalikan logika, moral dan nilai sehingga yang salah dapat menjadi benar dan yang benar dapat menjadi salah. Sejahtera ukurannya sangat relatif dan tidak pernah jelas. Muncul ideologi tidak pernah merasa cukup. Dalam ideologi tak pernah cukup, muncul tindakan korupsi. Kekuasaan digunakan untuk mendapat peluang korupsi. Himbauan moral tidak banyak maknanya. Bila di tingkat atas masyarakat dijangkiti penyakit kapitalisme dan narsisme, tingkat bawah berkecamuk radikalisme.
Ini zaman dimana akal sehat dianggap gila, dan kegilaan dianggap sehat. Sekarang zaman mementingkan kemasan, kemasan adalah segala galanya sekalipun isinya hampa tanpa roh.Orang sekarang sudah tidak mau dengan hal- hal yang serius, dan memang masyarakat enggan dengan sesuatu yang serius, tapi yang ngawur diminati.
Buku-buku teori politik kalah dengan buku – buku yang berisi gosip politik. Filsafat diganti dengan peran motivator atau tukang jual obat yang menerbitkan buku cara menjadi kaya mendadak. Buku sastra berganti dengan ciloteh di dunia maya dengan bahasa yang amburadul, miskin logika. Sekarang kapitalisme dan narsisme menjadi satu. Ketika menjadi satu maka politik transaksional semakin maju. Tidak ada makan siang yang gratis, kalau mau tampil ada kapital yang harus dikeluarkan.
Dalam era internet, praktek demokrasi di Indonesia amburadul.Tidak ada disiplin, semua berteriak dan saling mengeritik satu sama lain. Budaya internet membuat orang bebas mengekspresikan diri sepuasnya, tetapi sayang ekspresi itu baru sebatas mementingkan tampilan luar belum pada kualitas isi.
Secara sederhana dapat dikatakan, kapitalisme adalah paham atau ideologi ekonomi yang berkiblat kepada orang-orang kaya yang memiliki kekuasaan besar dalam bidang ekonomi. Kedahsyatan paham kapitalisme bisa menguasai sektor-sektor kehidupan publik seperti politik, birokrasi, dan budaya.
Banyak kalangan berpendapat, kapitalisme itu serakah, buas, rakus, dan menjadi sumber kebangkrutan ekonomi global. Kapitalisme mewujud dalam bentuk mesin penggusur roda ekonomi serta usaha-usaha kecil. Sampai detik ini, dia menjadi salah satu pencipta jurang kemiskinan di seluruh dunia. Kekuasaan kapital bisa menyusup ke dalam lorong-lorong birokrasi, politik, legislatif, dan mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik.