Berkenalan Dengan Hermeneutika Feminisme dan Hukum

Pengrtian dan Perkembangan Hermeneutika

Hermeneutika secara umum diartikan sebagai ilmu tentang interpretasi makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa yunani hermeneuien yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan. Hermeneutika kemudian menjadi disiplin ilmu filsafat ketika Schleiermacher mengemukakan bahwa hermeneutika bukan hanya mencari suatu makna teks saja, akan tetapi jauh lebih umum.

Fungsi Hermeneutika adalah mencari pemahaman yang benar dari teks. Apa makna sesungguhnya yang dikehendaki oleh teks belum bisa kita pahami secara jelas atau masih ada makna yang tersembunyi sehingga diperlukan penafsiran untuk melahirkan pemahaman yang benar. Plato memilih sebutan techne hermeneias, Aristoteles menyebut “peri hermeneutick”, yang dimaksudkan nya adalah logika penafsiran. Plato yang menggunakan istilah techne hermeneias dimaksudkannya adalah seni membuat sesuatu yang tidak jelas menjadi jelas. Paul Ricoeur mengartikan hermeneutika sebagai teori untuk mengoperasionalkan pemahaman dalam hubungannya dengan penafsiran terhadap teks.

Hermeneutika mulai berkembang pada Abad pertengahan digunakan di berbagai ajaran Agama. Hermeneutika diartikan sebagai alat untuk memahami pesan yang disampaikan Tuhan ke berbagai kitab suci. Dalam Islam ada yang namanya Takwil. Takwil digunakan oleh ulama kalam untuk memahami ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat sebagai pengganti hermeneutika.

Pada awalnya hermeneutika digunakan untuk studi filologi, lalu untuk studi teologi dan kemudian berkembang untuk studi wiesteswissenschaften (ilmu sosial budaya). Perkembangan dan perubahan hermeneutika ini masih berada dalam ruang epistemologi yang membicarakan tentang bagaimana pemahaman diperoleh manusia melalui hermeneutika sebagai metodologi penafsiran. Ketika wacana hermeneutika berubah menjadi subyektif, hermeneutika berpindah dari ruang epistemologi ke ruang ontologi. Adalah Heidegger (1889-1976) filsuf yang mengubah wacana diskusi hermeneutika dari ruang epistimologi ke ontologi. Heidegger menegaskan, pemahaman dan penafsiran tidak perlu dibedakan, pemahaman bisa ada tanpa melalui penafsiran, bahkan dia menegaskan bahwa pemahaman yang diperoleh lewat aktifitas menafsirkan pikiran orang lain merupakan yang tidak outentik. Ini ungkapan yang bernuansa protes. Misalnya, seorang yang beragama Islam paham bahwa dia sedang berjalan menuju masjid untuk menunaikan sholat, dia paham kalau sholat maghrib wajib. Setelah sholat dia paham bahwa dia membaca al-Qur’an dan dia paham bahwa dia juga paham makna ayat-ayat yang dia baca, atau sebaliknya, dia paham bahwa dia tidak paham makna yang dibaca. Meskipun demikian ia tetap berusaha menjelaskan kepada orang lain bahwa meskipun dirinya tidak memahami arti yang dibaca, tetapi membaca al-Qur’an merupakan salah satu cara menegaskan diri sebagai orang muslim.

Bagi Schleirmacher dan Dilthey hermeneutika merupakan metode untuk memahami pikiran orang dan harus bersifat objektif. Schleirmacher dan Dilthey berusaha menerapkan hermeneutika sebagai metode untuk melayani geisteswissenschaften (semua disiplin ilmu yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi, dan tulisan manusia). Schleirmacher mengatakan bahwa pemahaman merupakan hasil dari penafsiran yang obyektif. Dilthey mempunyai proyek “kritik nalar historis” yang berbeda dengan filsafat sejarahnya Hegel. Dia tidak mengklasifikasikan sejarah sebagaimana Hegel, tetapi ia menekankan pada kritik akal sejarah.

Dilthey dipengaruhi oleh filsafat eksistensialisme yaitu aliran filsafat yang mempunyai prinsip dasar “eksistensi mendahului esensi” (existence precedes essence). Yang bereksistensi hanya manusia. Kebenaran menurut aliran filsafat eksistensi adalah menemukan eksistensi . Aliran filsafat ini tampaknya sangat bepengaruh pada Dilthey. Dia menggambarkan fakta dengan kalimat “alam tidak mungkin ada tanpa adanya aku, atau aku tidak mungkin ada tanpa adanya alam”.

Hermeneutika modern
Hermeneutika moderen dapat dibedakan atas:
Hermeneutika teoritis, yaitu hermeneutika yang menfokuskan perhatian pada masalah teori umum penafsiran sebagai sebuah metodologi untuk ilmu-ilmu sosial budaya. Hermeneutika teoritis menempatkan hermeneutika dalam ruang epistimologi, yakni, hermeneutika di tempatkan sebagai metode penafsiran terhadap pemikiran orang lain. Pemikiran orang lain ( the mind of other) diharapkan dapat dipahami seobyektif mungkin. Oleh aliran ini hermeneutika diupayakan dapat menemukan fondasi yang dibutuhkan bagi penelitian ilmiah. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Schleiermacher, Droysen, Dilthey dan Emilio Betti.

Hermeneutika filosofis, yaitu hermeneutika yang menolak upaya menemukan fondasi dan kemungkinan diperoleh pemahaman yang obyektif melalui proses atau metode penafsiran. Aliran hermeneutika filosofis berpandangan bahwa ilmuwan atau penafsir berada dalam ikatan sebuah tradisi yang membuatnya telah memiliki pra understanding (pemahaman awal), terhadap obyek yang dikaji dan dengan demikian dia tidak berangkat dari pikiran yang netral. Hermeneutika Fiosofis tidak bertujuan untuk mencapai pengetahuan yang obyektif tetapi bertujuan untuk menjelaskan fenomena Human Desain. Tokoh-tokohnya adalah Heidegger, Gadamer, Ricoeur.

Menurut Gadamer Hermeneutika tertarik pada proses pemahaman. Pemahaman harus diletakkan dalam tradisi historis (waktu dan tempat teks ditulis) . Hermeneutika berlangsung di luar analisis teks menuju ke konteks historisnya.
Kegiatan hermeneutik diterapkan pada sesuatu di luar apa yang dikatakan menuju pada sesuatu yang secara alami ketika dikatakan makna sehari-hari dan situasi dimana percakapan itu terjadi.
Hermeneutika dilakukan dengan cara memadukan horizon pelaku hermeneutik dan horizon teks sasaran. Benturan dengan horizon lain akan memunculkan kesadaran yang berupa asumsi dan dugaan tentang horizon suatu makna yang belum disadari. Dalam hal ini hermeneutika adalah penjembatan atau mediasi bukannya rekonstruksi.
Pembacaan sebagai bagian dari hermeneutika melibatkan aplikasi sehingga pembaca menjadi bagian dari yang ia mengerti. Karena itu ketermilikan, partisipasi, bahasa sebagai medium berpengalaman tentang dunia adalah landasan yang nyata bagi pengalaman hermeneutika.

Ricoeur mengembangkan hermeneutika berbasis pada teks. Dia memanfaatkan dikotomi langue dan parole serta mencarikan posisi eksplanasi dan pemahaman dalam sebuah penafsiran.
3 kategori kaidah teks menurut Ricour: Teks selalu mengalami pelepasan konteksnya dari kondisi sosio-historis pengungkapannya semula, karena itu teks selalu membuka diri sendiri terhadap seri pembacaan yang tidak terbatas.Teks merupakan suatu langue dan parole. Begitu juga dalam proses pemahamannya. Ketika dianggap sebagai langue maka teks harus diperlakukan sesuai dengan aturan linguistik dan ketika dianggap sebagai parole maka teks adalah perbincangan dan pada saat inilah teks ditafsirkan. Penafsiran menurut pandangannya merupakan dialektika antara dua kegiatan tersebut.Penafsiran merupakan proses dinamis yang mekanisme pengujian kebenaran hasilnya harus diserahkan pada proses negosiasi dan debat.

Hermeneutika kritis. Aliran ini lahir dari latar belakang dua aliran diatas. Habermas tokoh hermeneutika kritis melihat dua aliran hermeneutika yang ada, tidak mempertimbangkan faktor extra linguistik sebagai kondisi yang punya pengaruh terhadap pemikiran atau perbuatan seseorang. Kondisi tertentu berpeluang menjadi faktor eksternal yang berpengaruh pada tata pikir dan perilaku seseorang. Hermeneutika Kritik sering dikaitkan sebagai cara pandang kaum idealis yang memiliki tingkat kesadaran yang mencapai level tertentu dalam menganalisis secara kritis kondisi politik, ekonomi, dan budaya namun tetap mendasarkan diri pada data atau bukti-bukti materil yang mewadahi, dan mereka memiliki kasadaran melakukan pembebasan seperti model psikologis.

Hermeneutika Femnisme
Hermeneutika feminisme adalah metode penafsiran yang didasarkan pada prinsip kesetaraan dan keadilan gender.Feminisme adalah kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah ke adaan tersebut. Hermeneutika feminisme mempertanyakan ketidakadilan gender yang ada dalam suatu penafsiran. Hermeneutika feminisme muncul setelah teori- teori feminisme berkembang dimana teori-teori feminisme merupakan bingkai dari hermeneutika feminisme.
Dalam kajian feminis, hermeneutika feminisme telah memberi dukungan metodologis.Ketika studi feminis diterima sebagai studi baru di dunia akademis, hal utama yang dipersoalkan adalah metodologi dari kajian ini, terutama dalam menjelaskan konsep perbedaan gender. Konsep perbedaan gender ini penting sebagai dasar untuk menjelaskan perbedaan perilaku, pengalaman dan harapan antara laki-laki dan perempuan. Dengan pendekatan hermeneutika dalam studi feminis dapat dijelaskan konsep perbedaan gender yang didasarkan pada pandangan anti esensialisme. Konsep dan konstruksi terhadap perempuan dan laki-laki bukan sesuatu yang telah jadi dan selesai, tapi dikonstruksi secara sosial historis. Karena bentukan sosial selama ini bersifat patriarkis, maka lahir berbagai pandangan yang merugikan perempuan. Kaum feminis mengajukan konstruksi konsep-konsep baru yang bersifat feminis. Konstruksi konsep-konsep baru ini dilakukan dengan pendekatan hermeneutika feminisme.

Hermeneutika hukum
Hermeneutika hukum berfungsi untuk memberi arahan untuk masalah yang terkait dengan hukum. Rumusan hukum merupakan suatu bentuk komunikasi antara siperumusnya dangan tujuan hukum yang hendak dicapai. Hal ini berarti rumusan hukum merupakan suatu teks. Sebagai suatu teks maka suatu rumusan hukum merupakan objek dari hermeneutika.Interpretasi dalam pandangan ahli hukum memiliki kesamaan paralel dengan hermenetika. Interpretasi terhadap isi hukum mempunyai dua segi yaitu yang tersurat dan yang tersirat, atau bunyi hukum dan semangat hukum. Dalam hal ini bahasa menjadi penting. Suntilitas Intelligendi (ketepetan pemahaman) dan Subtilitas Ekplicandi (ketepatan penjabaran) adalah sangat relevan bagi dokumen hukum.
Ruang lingkup hermeneutika hukum adalah ajaran filsafat mengenai hal mengerti/memahami sesuatu, atau suatu metode interpretasi (penafsiran) terhadap teks yang berupa teks hukum, fakta hukum, naskah-naskah hukum, dokumen resmi suatu negara, doktrine hukum, yurisprudensi dan semua kepastiannya menjadi objek yang ditafsirkan. Metode menafsirkan teks hukum dilakukan secara holistik dalam bingkai yang berkaitan dengan teks, konteks dan kontekstualitasnya.
Dalam abad 20 konsep hermeneutika hukum mengalami perkembangan yang signifikan sebagai hasil dari pengembangan berbagai jenis hermeneutika umum, yang dikembangkan oleh Schleiermacher dan Dilthey dan lainnya. Hermeneutika, tidak hanya melakukan penafsiran terhadap teks, tetapi juga melakukan interpretasi terhadap perilaku manusia. Kemudian berkembang dalam hermenutika hukum dengan melakukan penafsiran terhadap kehidupan manusia dan produk-prodok kulturnya yakni teks-teks yuridikal.