Batu Andesit

Andesit, Simalakama di Desa Wadas

Batu Andesit, Simalakama di Desa Wadas

Burung – burung  mulai berkicau menyambut pagi nan indah. Matahari mulai menunjukkan diri sebagai aksen di langit setelah beberapa hari terhambat awan gelap. Smartphone anakku mendendangkan lagu Simalakama, hasil pertemuan musik R & B dan Dangdut yang dilantunkan oleh Yopie Latul.  Menyimak  lirik lagu ini : “ Di ikuti ku, mati emak. Tak diikuti, ku mati Bapak. Beginilah nasib diriku. Bagai buah  simalakama”. Lirik lagu ini mengingatkan kita  pada warga Desa Wadas  Purworejo, Jawa Tengah yang kini tengah resah.  Pembangunan pertambangan batu andesit di Desa Wadas bagai buah Simalakama. Pertambangan untuk Bendungan Bener itu penting sebagai  upaya  untuk  memperbanyak waduk untuk mendukung  ketahanan pangan nasional. Tapi Pertanian di Desa Wadas sebagai sumber penghidupan warga Desa akan hancur.   

Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, sedang  menjadi sorotan. Apalagi  ketika diduga terjadi intimidasi terhadap warga yang menolak penambangan. Banyak sekali medsos bicara tentang   penambangan ini. Penambangan ini  menuai kontroversi. Barisan pendengung dan pendukung pertambangan batu andesit di Wadas  bekerja keras di dunia maya untuk menyuarakan pentingnya pembangunan ini.  Sementara sejumlah pihak  bersikukuh menolak proyek penambangan ini yang dikhawatirkan merusak lingkungan tanah surga di Bumi Wadas.

Bumi Wadas tanah surga bagi warganya.  “ Bagaimana tidak,  Wadas memiliki kekayaan alam yang jauh lebih menghidupi daripada iming-iming pekerjaan sebagai buruh di perkotaan. Komoditas yang bisa dihasilkan dari perkebunan di desa itu bisa mencapai angka Rp. 8.5 milyar/tahun; untuk komoditas kayu keras per 5 tahun dapat mencapai Rp. 5.1 milyar. Komoditas itu berupa pisang, akasia, cengkeh, vanili, durian, kemukus, jati, dan masih banyak lagi. Tidak ada kekayaan yang mampu menggantikan tanah surga desa Wadas, meskipun itu berupa iming-iming kemajuan modernisasi dalam wacana pembangunan” tulis sebuah artikel .  

Proyek Bendungan Bener di Purworejo  diklaim bermanfaat untuk pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo sekitar 6 Mega Watt, serta mengurangi potensi banjir untuk Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo dengan nilai reduksi banjir 8,73 juta m3. Bendungan Bener ini  ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN). Mengutip  dari laman resmi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Jumat (11/2/2022), Bendungan ini direncanakan mengairi persawahan seluas 15.069 hektare. Hal ini sesuai dengan program pemerintah dalam upaya memperbanyak waduk untuk mendukung proyek ketahanan pangan nasional. Dalam  catatan Solopos.com, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan salah satu alasan penting pembangunan sumber daya alam adalah untuk  mendukung ketahanan pangan. 

Secara umum ketahanan pangan diartikan  tersedianya bahan pangan yang cukup, sehat, beragam, dan bergizi untuk setiap orang atau keluarga. Mewujudkan ketahanan pangan menjadi isu   dan agenda prioritas dalam berbagai pertemuan yang diselenggarakan berbagai negara dan lembaga internasional seperti  Food and Agriculture Organization (FAO).  Data FAO mencerminkan Indonesia masih perlu upaya keras untuk mencapai ketahanan pangan.

Dalam Undang-undang RI No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan yang berbasis pada keragaman sumber daya lokal.

Menyimak  hal diatas pembangunan pertambangan batu andesit di Wadas bagai buah Simalakama seperti lagunya yopie latul  . Pertambangan untuk Bendungan Bener itu penting untuk irigasi dan pembangkit listerik untuk mencapai ketahanan pangan, tapi  pertanian, sumber penghidupan warga Desa Wadas sekarang ini akan hancur berantakan. Kondisi ini sesuai benar dengan lirik lagu Simalakama “ Di ikuti, ku mati emak. Tak diikuti,  ku mati Bapak. Beginilah nasib diriku. Bagai buah  simalakama”.

Penolakan warga terhadap tambang batu andesit terbilang wajar. Pasalnya kehadiran tambang akan merusak lingkungan tempat mereka menggantungkan hidup. Namun, bendungan ini direncanakan sebagai program pemerintah dalam upaya memperbanyak waduk untuk mendukung proyek ketahanan pangan nasional. Betulkan, Simalakama di Desa Wadas.

Dalam resah gelisah warga desa Wadas apa yang bisa kita kontribusikan ?. Alih alih ikut jadi provokator mendukung pihak-pihak yang berseberangan, lebih baik berikan empati  sambil menyuarakan keras-keras lirik lagu “Kritik Pembangunan”  yang telah dilangsirnya Iwan Fals beberapa belas tahun yang lalu yang hingga kini masih relevan. 

“Asal jangan  pembangunan, bukan hanya untuk Si Tuan Polan

Asal jangan  pembangunan, bikin resah orang susah

Asal jangan  pembangunan, bikin kulit perut jadi gendut

Asal jangan  pembangunan, dibuat untuk ambil kesempatan

Asal jangan  pembangunan, bikin mandul hutan gundul

Asal jangan  pembangunan bikin subur kaum makmur

Asal jangan  pembangunan bikin kotor meja kantor”

Thomas Malthus pada abad abad yang lalu telah memberikan peringatan bahwa jumlah manusia meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah di berbagai negara. Bendungan Bener yang membutuhkan batu andesit dari Desa Wadas merupakan upaya  untuk  memperbanyak waduk untuk mendukung proyek ketahanan pangan nasional. Simalakama pembangunan seperti ini  adalah cermin dari pembangunan pembangunan yang telah ada. Kearifan dan kebijaksanaan jua yang  diharapkan untuk mendapat solusinya. 

Sekian.