
Sosial Media Mengancam Kehidupan

Dengan adanya smartphone yang semakin berkembang dan harga terjangkau oleh masyarakat, maka semakin banyak orang menggunakan sosial media. Indonesia menyandang peringkat ke 4 sebagai pengguna Facebook setelah USA, Brazil dan India.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sosial media sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari – hari. Orang – orang terbiasa untuk mengupdate dan menunjukan eksistensi mereka di sosial media.
Karena pengaruhnya yang besar di masyarakat , sosial mediapun dimanfaatkan sebagai penyebar kebencian dan permusuhan antar elemen bangsa. Salah satunya adalah isu SARA yang dijadikan sebagai instrumen untuk menjatuhkan lawan politik pada pemilihan kepala daerah. Adalah fenomena yang tidak bisa dibantah, adanya sindikat penyedia jasa konten hoak dan ujara kebencian, yang memiliki keahlian untuk mencaplok akun media sosial orang lain hingga membaca situasi pemberitaan. Mereka ini menggunakan ribuan akun media untuk menyebarkan konten hoak dan kebencian.
Tujuan kelompok penyedia jasa konten hoak dan ujaran kebencian itu jelas untuk alasan ekonomi. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs lainnya, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan. Kelompok penyedia konten ini menetapkan tarif puluhan juta dan menawarkan proposalnya ke sejumlah pihak. Berita hoax dan kebencian merupakan sebuah ancaman bagi sosial media dan akan berpengaruh merusak persatuan bangsa Indonesia.
Suburnya konten hoak dan ujaran kebencian ini juga disebabkan oleh kemalasan dari masyarakat Indonesia untuk berpikir dan melakukan “check, recheck and crosscheck” ketika mendapatkan informasi. Padahal mendeteksi berita hoax dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contohnya yaitu : mencari referensi berita serupa dari situs online resmi dan manfaatkan grup diskusi anti-hoax untuk membahas berita bohong misalnya Forum Anti Fitnah yang melakukan check dan rechec terhadap suatu informasi. Kebohongan tidak boleh dibiarkan merajalela. Adolf Hitler pernah berkata, “Kebohongan yang diulang berkali-kali akan menjadi kebenaran dan dipercaya masyarakat.”
Sekarang zaman browsing dan googling. Orang malas berpikir. Padahal berpikir dan menjadi manusia adalah dua hal yang identik. Luapan informasi karena penggunaan teknologi internet membuat orang menjadi tawanan HAPE. Foto, vidio adalah simulasi yang membingkai suatu peritiwa seolah-olah benar terjadi. Bila tidak di chec dan rechec kita akan mendapat informasi yang salah. Dunia digital, bercirikan linguistik. Dalam dunia digital semua orang menjadi aktor. Dalam komunikasi digital orang bukan bicara realitas yang sebenarnya, tapi mengacu pada persepsi pengguna HAPE
Untuk mengantisipasi ancaman sosial media, negara China mengantisipasiya dengan memblokir Instagram, Facebook dan twitter di negaranya. Instagram ditolak pemerintah China setelah protes kelompok pro-demokrasi di Hongkong pada 2014 mencuat. Saat itu Instagram digunakan untuk mempopulerkan gerakan protes lewat #OccupyCentral . Sedangkan Twitter ditolak China pada tahun 2009 setelah terjadi peristiwa Arab Spring dan Revolusi Hijau Iran yang dipelopori dari media sosial .
Ancaman sosial media saat ini berdampak sangat luas. apalagi untuk Indonesia , dan jelas menggambarkan bagaimana Indonesia yang memiliki kerentanan yang besar terhadap terjadinya kejahatan ciber. Jika kerentanan ini gagal diatasi maka masa depan Indonesia akan terganggu, sebab perekonomian ke depan akan ditopang oleh apa yang disebut “viral market” melalui e-commerce yang jelas-jelas membutuhkan ketangguhan negara di bidang keamanan siber.